Antara Ikhtilaful Matholi' dan Wihdatul Mathla'

Persoalan yang muncul ketika rukyatul hilal sudah ditetapkan adalah mana yang lebih dipilih ikhtilaful matholi' ataukah wihdatul mathla'? Inilah penjelasannya


Soal : Kenapa lebih memilih ikhtilaful matholi' daripada wihdatul mathla'? Padahal jumhur lebih merojihkan wihdatul mathla'?.
Jawab :
Perkara wihdatul matla’ dan ikhtilaful matholi’ masuk kepada ranah ijtihad. Sehingga, jika ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala : pahala ijtihad dan pahala kebenaran dalam melakukan amalan. Adapun jika ijtihadnya salah, maka mendapatkan satu pahala : pahala ijtihad.
Dalam hal ini, para ulama’ memang berbeda pendapat. Sebagian menerima penggunaan ikhtilaful matholi’ dan sebagian lagi tidak menerimanya. Adapun hujjah-hujjah yang digunakan keduanya sama. Seperti “yas’alūnaka ‘anil ahillah…”, juga hadits, “shūmu liru’yatihi…”. Hanyasanya mereka berselisih didalam mengambil istimbat dari ayat dan hadits tersebut. Karena lafalnya bersifat mustarok: memiliki dua makna atau lebih.
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz selaku ketua hai’ah kibaril ulama’ menerangkan, selama kurun waktu 14 abad tidak diketahui adanya sikap penyatuan ummat berkaitan dengan ru’yatul hilāl. Dan beliau menambahkan, setiap negara memiliki hak untuk menentukan cara yang akan digunakan dalam penentuan hilāl dengan wasilah para ulama’nya. Dikarenakan keduanya memiliki dalil dan sandaran.[1]
Jika yang dimaksudkan dengan wihdatul matla’ itu adalah seluruh negara di bumi, maka itu perkara yang amat sulit. Karena perbedaan waktu yang ada di bilangan timur dan barat amat nyata. Sehingga yang dianjurkan adalah kesamaan dalam satu wilayah yang memiliki kesamaan waktu. Semisal wilayah yang masih satu wilayah negara.[2]
*****

Soal : Bolehkah ikut berpuasa/berhari raya bersama muhammadiyah yg menggunakan hisab padahal ru'yah tidak berbarengan?
Jawab :
Berdasarkan firman Allah
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Barangsiapa di antara kalian yang melihat hilāl bulan (Ramadhan) maka berpuasalah”.
Dan juga sabda Rasulullah:
 صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته
Berpuasalah kalian berdasarkan ru`yatul hilāl dan ber’Idul Fithrilah berdasarkan ru`yatul hilāl “.
Maka Allah mengaitkan puasa bulan Ramadhan dan ‘Idul Fithri dengan cara ru`yatul hilāl, dan Allah tidak mengaitkannya dengan mengetahui bulan Ramadhan berdasarkan Hisab Astronomi (ilmu falak). Padahal Allah Ta’ala Maha Tahu bahwa para ahli falak akan mencapai kemajuan dalam ilmu hisab astronomi mereka dan ketepatan dalam menentukan peredaran bintang-bintang.
 Maka wajib atas kaum muslimin untuk kembali kepada syari’at yang Allah tetapkan atas mereka melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu dalam urusan berpuasa dan berbuka tetap berpegang pada cara ru`yatul hilāl, karena yang demikan itu telah menjadi ijma’ ahlul ilmi. Barangsiapa menyelisihi yang demikian itu dan meyakini kebenaran Hisab Astronomi (falak), maka pendapatnya syadz dan tidak bisa dipercaya.”[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwasanya menerima pendapat ahlul hisab dalam perkara penentuan awal bulan Ramadhan, Syawwal, penentuan ibadah haji dan lainnya yang masih berkaitan dengan hilāl, maka hal itu tidak diperbolehkan.[4]


[1] Fatawa lajnah dāimah lil buhūts al Ilmiyah wa lil ifta’, Dārul Ashoshoh, cet : 1, 1416 H, p : 10/103
[2] Abdul Aziz Khotob, Asrār aṣ-ṣiyām fi al-Qur’an al-Karīm, (Ghozzah : Matba’ah al-Majah., 1401 H) p.   32
[3] Fatawa lajnah dāimah lil buhūts al Ilmiyah wa lil ifta’, Dārul Ashoshoh, cet : 1, 1416 H, p : 10/107
[4] Majmu’ fatawa syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah, cetakan tahun : 1418H, p ; 25/132

 
Avatar Gamezine Designed by Cheapest Tablet PC
Supported by Phones 4u